Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Sudah Layakkah Marital Rape Dalam UU TPKS

 

Kamis, 28 Juli 2022

Diskusi Rutinan

Sudah Layakkah Marital Rape Dalam UU TPKS

Pemateri: Ela Vinda Anariska, S.H

 

Marital Rape dalam UU TPKS menurut Hukum Keluarga Islam

Secara bahasa marital rape berasal dari bahasa inggris yang terdiri dari dua kata yaitu marital yang artinya hubungan dalam perkawinan, sedangkan rape yang berarti perkosa..Marital rape adalah pemerkosaan dalam keluarga atau perkawinan antara suami dan istri yang sah secara hukum islam dan hukum positif. Segala bentuk pemaksaan dan kekerasan dalam aktivitas seksual yang dilakukan suami terhadap istri atau sebaliknya. Faktor yang melatar belakangi terjadinya marital rape seperti

  1. Pertama, masyarakat indonesia rata-rata beragama islam dengan budaya masyarakat yang patriarki. Patriarki sebagai sistem sosial yang menempatkan laki-laki memiliki kedudukan yang lebih tinggi dari perempuan sehingga memiliki kontrol untuk menguasi perempuan dalam berbagai aspek. Laragan istri untuk menceritakan aib keluarganya tertuang dalam firman Allah SWT Surat Al-Baqarah ayat 187 yang berbunyi “Mereka adalah pakaian bagimu, dan kamupun adalah pakaian bagi mereka”. Terdapat dua kepentingan yang harus saling mengerti antara suami dan istri yakni sebuah hak dan kewajiban keduanya untuk bertindak dan melaksanakan tugas-tugas sebagai suami dan sebagai istri.
  2. Kedua, kesalah pahaman terhadap ajaran agama, penafsiran terhadap teks-teks agama yang dilakukan dengan cara parsial menjadikan pemahaman yang tidak sesuai dengan konsep ajran islam tentang kehidupan rumah tangga. Dewasa ini pemahaman yang berkembang adalah memposisikan suami sebagai kepala rumah tangga mempunyai kuasa atas anggota keluarga. Pemahaman lain yang mendukung kebenaran marital rape ini adalah konsep pembolehan suami memukul istri apabila istri nusyuz atau melakukan pembangkangan. Hal ini tidak sejalan dengan spirit isla yang tidak membedakan kedudukan laki-laki dan perempuan terkecuali karena ketaqwaannya kepada Allah SWT. Allah SWT berfirman dalam surat An-Nisa ayat 19 yang berbunyi “ Dan bergaulilah dengan mereka menurut cara yang patut”.
  3. Ketiga, ketimpangan Relasi kuasa dalam rumah tangga Hegemoni ketimpangan relasi kuasa laki-laki atas perempuan dilegitimasi oleh sosial, agama, hukum, negara dan tersosialisasi secara turun temurun sehingga menjadi sesuatu yang diterima apa adanya. Allah SWT berfirman dalam surat Al Hujurat ayat 13 yang berbunyi wahai manusia sungguh, kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sesunggunya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang bertaqwa. Al-Quran tidak pernah memandang perempuan dengan sebelah mata, sehingga muncul anggapan bahwa perempuan adalah makhluk yang lemah dan selalu dinomorduakan. Bahkan prinsip kesetaraan dan keadilan dalam Al-Qur’an sangatlah dijunjung tinggi dan tidak mengenal perbedaan jenis kelamin, harta,  dan tahta.

Titik temu hukum keluarga islam dengan UU TPKS dilihat dari fungsi perkawinan yaitu perihal tuntutan dalam melaksanakan fungsi perkawinan dalam hal seksualitas, pasangan suami istri hendaknya memenuhi kebutuhan ini dengan memperhatikan kondisi satu sama lain. Kemudian dilihat dari tujuan perkawinan sebagai sarana biologis haru tetap dilaksanakan dengan tidak melupakan prinsip perkawinan yaitu sakinah, mawahdah dan rahmah yang dihasilkan dan sirasakan secara bersama bukan sepihak. Marital rape adalah tindakan yang sangat bertentangan dengan prinsip-prinsip perkawinan yang dinginkan oleh islam. Hadirnya UU TPKS ini diharapkan meberikan promosi dan pemahaman tentang bagaimana relasi yang baik dan sesuai dengan prinsip islam bahwa hubungan seksualitas adalah hak bagi suami dan juga istri.

Marital Rape dalam Hukum Pidana

Kekerasan seksual adalah segala perilaku yang dilakukan dengan menyasar seksualitas atau organ seksual seseorang tanpa persetujuan, dengan unsur paksaan atau ancaman, termasuk perdagangan perempuan dengan tujuan seksual, dan pemaksaan prostitusi. Kekerasan seksual dilihat dari tahun 2008 sampai 2020 selalu mengalami peningkatan dan yang paling banyak kasusnya yaitu pemerkosaan, mariyal rape dan kasus pelecehan lainnya. Dalam Pasal 285  KUHP berbunyi “barangsiapa dengan kekrasan atau ancaman kekerasan memaksa seorang wanita bersetubuh dengan dia di luar perkawinan, diancam karena melakukan perkosaan dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun. Disini sudah jelas bahwa marital rape masih belum diatur dalam KUHP karena pemerkosaan didefinisikan hanya jika terjadi diluar pernikahan. Walaupun sebelumnya marital rape telah diatur dalam UU PKDRT, namun kini marital rape kembali dimasukkan dalam pembahasan Pasal 4 Ayat 2 Huruf h UU TPKS berbunyi “Selain Tindak Pidana kekerasan seksual sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tindak pidana kekerasan seksual juga meliputi : h. Kekerasan Seksual dalam lingkup rumah tangga. Jika terjadi marital rape cara menunujukan pembuktiannya dengan cara mengadirkan saksi, memperlihatkan visum, barang bukti, keterangan para ahli.

Untuk menurangi kasus marital rape masyarakat perlu diberi edukasi mengenai kekerasan seksual dalam rumah tangga. Salah satu caranya adalah dengan menunjukan fakta-fakta kasus marital rape yang telah terjadi.

Kehadiran marital rape dalam UU TPKS bukan hanya sebagai langkah pencegahan terhadap tindak pidana kekerasan seksual, namun juga untuk memberikan perlindungan pada korban kekerasan seksual untuk berani melaporkan tindak pidana tersebut sebagaimana amanat konstitusi dalam Pasal 28G. Selain itu juga UU ini juga sekaligus mematahkan penafsiran masyarakat yang keliru terhadap dalil-dalil agama tentang kewajiban istri terhadap suami dan memberikan pemahaman pada masyarakat bahwa pemerkosaan apapun bentuk dan alasannya tetaplah dikatakan sebagai tindak pidana perkosaan yang tidak dibenarkan menurut hukum maupun agama manapun.

 

 

Divisi Diskusi Dan Kajian, Divisi Pemberdayaan Sumber Daya Mahasiswa

Posting Komentar untuk "Sudah Layakkah Marital Rape Dalam UU TPKS"