MORALITAS PEGAWAI PAJAK ANTARA INTEGRITAS DAN GODAAN: SUAP DAN GRATIFIKASI DI BALIK KASUS ANGIN PRAYITNO AJI
Penulis : Putri Wulan Ramadhiani
Lex Nemini Operatur Iniquum, Neminini Facit Injuriam (Hukum tidak akan memberikan hukuman atas ketidakadilan kepada yang tidak melakukan kesalahan)
Pentingnya Pajak
Pajak merupakan salah satu pungutan wajib yang memiliki peranan penting sebagai sumber pendapatan negara. Pajak memungkinkan pemerintah mengumpulkan dana yang digunakan untuk membiayai berbagai program dan layanan publik, sehingga berkontribusi terhadap keberlanjutan dan kesejahteraan masyarakat. Istilah “pajak” sendiri berasal dari kata latin “tacos” dan mengacu pada kontribusi wajib warga negara untuk mendukung kepentingan pemerintah dan masyarakat secara keseluruhan. Dengan memungut pajak, pemerintah dapat menyediakan infrastruktur, pendidikan, layanan kesehatan, dan berbagai layanan lain yang sangat dibutuhkan masyarakat.
Dalam beberapa tahun terakhir, Indonesia telah mengalami sejumlah skandal yang melemahkan kepercayaan masyarakat terhadap sistem perpajakan negaranya. Peristiwa tersebut tidak hanya mengungkap kelemahan administrasi perpajakan, namun juga menimbulkan keraguan mendalam terhadap integritas Direktorat Jenderal Pajak (Dirjen Pajak). Publik semakin skeptis terhadap kemampuan pemerintah dalam mengelola dana pajak yang harusnya digunakan untuk kepentingan masyarakat, justru digunakan untuk kasus seperti korupsi, penyalahgunaan wewenang, dan kebocoran informasi yang tentunya menimbulkan kerugian bagi bangsa dan masyarakat. Dalam konteks ini, munculnya berbagai pemberitaan di media mengenai praktik-praktik merugikan tersebut telah meningkatkan kekhawatiran masyarakat bahwa pajak tidak dikelola dengan baik. Peristiwa tersebut tidak hanya dapat mempengaruhi persepsi wajib pajak, namun juga stabilitas fiskal dan pembangunan nasional yang bergantung pada penerimaan pajak yang optimal.
Sebagai pejabat yang diberi amanah oleh negara, pejabat pajak mempunyai peranan penting dalam menjaga kepercayaan masyarakat. Tugas mereka tidak hanya melakukan pemeriksaan dan penyelesaian, tetapi juga memastikan seluruh proses dilakukan sesuai aturan yang ada dan menghindari konflik kepentingan. Moralitas petugas pajak harus tercermin dalam segala tindakan, sikap dan keputusan, serta godaan untuk melakukan korupsi harus dicegah. Dalam kasus Angin Prayitno Aji dan Dadan Ramdani, tugas mereka adalah memastikan keakuratan dalam pemeriksaan pajak perusahaan dan pelaporan wajib pajak. Namun, godaan berupa suap dapat menggerogoti nilai moral yang seharusnya dijunjung tinggi. Mereka memilih jalan pintas yang menguntungkan mereka secara pribadi namun merugikan komunitas mereka dan merusak kepercayaan publik terhadap lembaga-lembaga yang dipercaya.
Godaan Suap dan Gratifikasi
Angin Prayitno Aji, mantan pejabat Direktorat Jenderal Pajak (DJP RI yang sebelumnya menjabat Direktur Pemeriksaan dan Penagihan, divonis 7 tahun penjara pada Agustus 2023 karena keterlibatannya dalam kasus gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU). Kasus ini bermula dari penyelidikan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang menemukan bukti bahwa Angin dan orang dalam DJP lainnya menyalahgunakan kekuasaannya dengan menerima suap untuk mengurangi kewajiban pajak yang dilakukan beberapa perusahaan besar. Dalam perannya di DJP, Angin mempunyai kewenangan untuk menentukan kewajiban perpajakan perusahaan yang menjadi sasaran praktik suap ini. Modus yang dilakukan Angin adalah dengan menuntut imbalan berupa uang tunai kepada perusahaan yang kewajiban pajaknya sedang diperiksa, dengan janji akan mengurangi atau mengurangi kewajiban pajaknya. Penelusuran KPK menemukan beberapa perusahaan yang diduga suap adalah sektor perkebunan dan keuangan, yang total nilai gratifikasi yang diterima oleh Angin diperkirakan mencapai miliaran rupiah.
Praktik suap ini merupakan salah satu bentuk korupsi yang melibatkan transaksi langsung antara pejabat DJP dan perwakilan perusahaan, yang kabarnya arus kas disalurkan secara langsung atau melalui perantara tertentu agar praktik tersebut tidak terdeteksi oleh regulator sebagai pengawas. Selain gratifikasi yang diterimanya, Angin juga diduga melakukan tindak pidana pencucian uang menggunakan aset yang diperoleh melalui suap untuk berbagai keperluan pribadi, termasuk perolehan real estat dan investasi, dan kemudian dituduh melakukan tindak pidana pencucian uang oleh KPK sebagai bagian dari hasil tindak pidana korupsi dan menjadi barang bukti dalam tindakannya. Berdasarkan bukti tersebut, kasus Angin Prayitno Aji memasuki tahap penyidikan intensif di KPK pada awal tahun 2021. KPK kemudian memanggil dan memeriksa sejumlah saksi baik dari perusahaan terkait maupun DJP guna mengumpulkan bukti-bukti yang meyakinkan guna memperkuat dugaan terhadap Angin. Setelah penyelidikan intensif dan ditemukannya bukti yang cukup, Komisi Pemberantasan Korupsi menetapkan Angin sebagai tersangka dan membawa kasusnya ke pengadilan. Dalam persidangan, jaksa penuntut umum memaparkan aliran dana yang diterima Angin dari perusahaan sasaran pemeriksaan pajak yang dianggap sebagai bentuk gratifikasi dan suap. Aliran dana itu terungkap melalui bukti-bukti dokumen transaksi dan keterangan saksi-saksi yang diperiksa di pengadilan.
Pada bulan Juni 2023, menuntut Angin sembilan tahun penjara dan meminta penyitaan seluruh aset yang terkait dengan dugaan kegiatan pencucian uangnya. Tuntutan tersebut antara lain berupa hukuman tambahan berupa denda dan penyitaan aset seperti harta benda dan kendaraan atas tindak pidana korupsi. Terakhir, pada Agustus 2023, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) memutuskan memvonis Angin Prayitno Aji tujuh tahun penjara dan tambahan denda. Hakim juga mengabulkan permintaan jaksa untuk menyita sejumlah aset yang diduga pencucian uang untuk menutupi kerugian negara. Keputusan ini dipandang oleh banyak pemangku kepentingan sebagai langkah penting dalam upaya pemerintah menegakkan hukum dan memberantas korupsi di otoritas pajak. Kasus Angin Prayitno Aji ini juga memicu dorongan untuk transparansi dan reformasi di DJP, terutama dalam hal pengawasan dan akuntabilitas dalam pemeriksaan pajak perusahaan besar, sehingga diharapkan dapat mencegah kejadian serupa di masa mendatang. KPK dan DJP kini menekankan pentingnya integritas aparatur sipil negara dalam mengisi jabatan-jabatan strategis yang berdampak signifikan terhadap pendapatan negara. Kasus ini juga mendorong munculnya perubahan prosedural, di mana DJP dan instansi terkait lainnya untuk memperkuat pengawasan internal dan eksternal serta mengedepankan prinsip transparansi guna mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap lembaga perpajakan dan menjamin pemenuhan kewajiban perpajakan secara adil perubahan prosedur.
Korupsi di Indonesia telah menjelma menjadi suatu isu yang sangat serius di Indonesia dan sudah mengakar di berbagai lapisan masyarakat. Fenomena ini bukan sekedar kebetulan, melainkan ini telah menjadi penyakit kronis yang mempengaruhi banyak bidang pembangunan. Oleh karena itu, kita dapat melihat bahwa korupsi merupakan masalah serius yang mengakar dalam sistem sosial ekonomi negara. Berbagai upaya telah dilakukan untuk memberantas korupsi, antara lain melalui aparat penegak hukum dan kampanye antikorupsi, namun pelaku tindak pidana korupsi semakin banyak yang mati, seolah-olah sudah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan berbangsa.
Menurut Setiadi (2018), dampak korupsi tidak hanya sangat merugikan dalam konteks birokrasi dan bisnis, namun juga berdampak luas pada kehidupan sosial, politik, dan kesejahteraan pribadi. Korupsi melemahkan kepercayaan masyarakat terhadap lembaga-lembaga pemerintah dan menyebabkan semakin banyaknya pelanggaran yang mencolok. Ibarat penyakit kanker yang menyebar di dalam tubuh, korupsi perlahan tapi pasti menghancurkan setiap elemen kehidupan berbangsa, memaksa negara untuk terus berupaya “membersihkan diri” agar bisa bertahan dan mencapai kemajuan yang diinginkan. Dalam konteks ini, penting lapisan masyarakat untuk bekerja sama memerangi korupsi dan mendukung upaya transparansi dan akuntabilitas sebagai landasan membangun masa depan yang lebih baik.
Lingkungan birokrasi seringkali menjadi tempat munculnya godaan untuk melakukan korupsi. Dalam menjalankan tugasnya, petugas pajak berinteraksi langsung dengan perusahaan besar dan individu yang mempunyai kepentingan finansial. Hal ini membuka peluang bagi pihak-pihak tertentu untuk mempengaruhi keputusan otoritas pajak dengan imbalan uang atau keringanan. Pada titik itulah, moralitas seorang pegawai pajak dipertanyakan. Faktor lain yang meningkatkan risiko korupsi adalah kurangnya pengawasan internal, sehingga sulit memantau perilaku pegawai. Tanpa pengawasan dan sanksi yang tegas, aparat pajak yang tidak menjunjung tinggi nilai integritas dapat dengan mudah melakukan pelanggaran hukum.
Moralitas Pegawai Pajak
Etika dan moral profesional merupakan dua faktor penting yang menjadi benteng utama aparat pajak dalam melawan godaan korupsi. Pejabat pajak yang mempunyai etika profesi dan pemahaman moralitas yang mendalam sangat menolak segala bentuk suap atau gratifikasi. Pendidikan dan pelatihan tentang integritas harus dilaksanakan secara konsisten agar semangat kerja pegawai tidak hanya sekedar formalitas, namun menjadi prinsip hidup yang membentuk setiap keputusan. Dalam kasus ini, tidak adanya konsistensi dalam menjunjung tinggi nilai moral membuat kedua terdakwa memilih jalur korupsi yang pada akhirnya berdampak buruk pada kepercayaan masyarakat terhadap lembaga perpajakan. Semakin banyak pelanggaran yang terungkap, semakin sulit masyarakat mempercayai institusi pemerintah yang seharusnya menjadi panutan.
Kasus ini menunjukkan bahwa pelanggaran moral yang dilakukan pegawai tidak hanya melanggar hukum, tetapi juga mencoreng citra lembaga negara. Korupsi di lembaga perpajakan berdampak langsung terhadap pendapatan negara, yang pada akhirnya berdampak pada pelayanan publik dan kepentingan masyarakat. Dana negara yang seharusnya digunakan untuk pembangunan malah dialihkan untuk kepentingan pribadi oknum pegawai. Selain itu, masyarakat akan semakin sulit mempercayai sistem perpajakan dan enggan memenuhi kewajiban perpajakannya secara sukarela. Ketika masyarakat merasa pajak yang mereka bayarkan disalahgunakan, maka tingkat kepatuhan pajak cenderung menurun sehingga berdampak pada penurunan penerimaan pajak pemerintah.
Moralitas pegawai pajak sangat penting dalam membangun sistem perpajakan yang adil dan dapat diandalkan. Dalam hal ini, kita melihat godaan korupsi tidak hanya menghancurkan karir seseorang, namun juga melemahkan kepercayaan masyarakat terhadap institusi pemerintah. Pejabat pajak harus mampu menahan godaan dan menjaga kepercayaan, memahami bahwa mereka berperan penting dalam mendukung kesejahteraan masyarakat melalui pendapatan negara. Menanamkan nilai-nilai moral dan etika kepada seluruh pegawai merupakan investasi jangka panjang yang akan sangat bermanfaat bagi negara secara keseluruhan. Oleh karena itu, peningkatan moral dan penguatan pengawasan di bidang perpajakan perlu dilakukan agar kejadian serupa tidak terulang kembali dan fiskus mampu menjalankan tugasnya sebagai pejabat publik yang baik.
Sumber :
Setuningsih, Kamil. (2023). Angin Prayitno Divonis 7 Tahun Penjara di Kasus Gratifikasi dan TPPU. Kompas.com. Diakses pada 29 Oktober 2024, dari https://nasional.kompas.com/read/2023/08/28/16055201/angin-prayitno-divonis-7- tahun-penjara-di-kasus-gratifikasi-dan-tppu?page=all
Ikatan Konsultan Pajak Indonesia. (2023). Kasus Gratifikasi dan TPPU Angin Prayitno Diputus Hari Ini. Diakses pada 29 Oktober 2024, dari https://ikpi.or.id/en/kasusgratifikasi-dan-tppu-angin-prayitno-diputus-hari-ini
Sunariyanti, Santika. (2024). Hubungan Antara Masifnya Fenomena Korupsi Dengan Kesadaran Pajak Warga Negara Indonesia. Journal of Civic Education Research, 2 (1), 15.
Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia, Nomor Reg. 68/Pid.Sus-TPK/2021/PN Jkt.Pst
Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia, Nomor Reg. 6752 K/Pid.Sus/2022 Rasji, Putra, Widagdo. (2023).
Tinjauan Yuridis Terkait Tindak Pidana Perpajakan Dan Implikasinya Terhadap Penyerapan Dan Pemanfaatan Pungutan Pajak Di Indonesia. Journal Of Social Science Research, 3 (5)
Posting Komentar untuk "MORALITAS PEGAWAI PAJAK ANTARA INTEGRITAS DAN GODAAN: SUAP DAN GRATIFIKASI DI BALIK KASUS ANGIN PRAYITNO AJI"