Perlindungan Masyarakat Hukum Adat oleh Pemerintah Indonesia
Penulis : Dedy Fahrezi
Masyarakat hukum adat pertama kali dikenalkan oleh salah satu tokoh kolonial Belanda, yaitu Van Vollenhoven yang menamai warga pribumi atau suku asli Indonesia. Hukum adat adalah hukum yang tidak bersumber pada peraturan-peraturan yang dibuat oleh pemerintah Hindia Belanda dahulu. 1 Hukum adat merupakan cabang hukum mandiri yang tidak dapat dipisahkan dari struktur masyarakat. Kedudukan hukum adat sejajar dengan hukum islam dan hukum waris, hukum adat tidak tertulis dalam dalam bentuk perundang-undangan Republik Indonesia, keberadaan hukum adat ini yang bersifat konkret dibuktikan dengan peraturan Desa, surat perintah Raja, yang mempunyai pengaruh dalam pelaksanaanya berlaku secara spontan dan dipatuhi sepenuh hati.
Para ahli hukum adat sepakat bahwa dalam hukum adat mengandung unsur-unsur keagamaan, magis, dan luwes. Perkembangan hukum dan masyarakat Indonesia berubah seiring dengan perkembangan sosial, budaya, ekonomi, dan politik. Pada saat awal reformasi beberapa masyarakat hukum adat tampak semakin dipersulit dan terpinggirkan. Mungkin ada beberapa kebijakan Pemerintah pusat yang harus diubah untuk masyarakat hukum adat agar memiliki status payung hukum yang jelas serta kewenangan yang jelas agar tidak ada lagi sebutan peladang liar, penebang liar, suku terasing, masyarakat terasing, dan masih banyak lagi penyebutan kurang enak di telinga bagi masyarakat hukum adat.
Meskipun perubahan kebijakan diranah politik dan hukum, pengembangan terhadap masyarakat hukum adat telah terjadi, akan tetapi nasib masyarakat hukum adat sampai saat ini belum mengalami perubahan yang signifikan. Pengakuan dan penghormatan terhadap masyarakat hukum adat sebagaimana diatur dalam Pasal 18B ayat 2 dan 28 ayat 3 UUD 1945 belum dapat diimplementasikan dengan sepenuhnya.3 Kondisi mereka dalam bidang pendidikan, kebudayaan, pelayanan kesehatan, dan sosial ekonomi masih sangat jauh tertinggal. Ketika mereka memperjuangkan hak-hak Konstitusionalnya sebagai warga negara, justru mereka mendapatkan banyak perlakuan sepihak yang mengakibatkan tanah-tanah adat mereka dikuasai oleh pemilik modal domestik maupun asing. Dalam kasus pertanahan, terdapat 1400 kasus.
Kedudukan Masyarakat Adat
Menurut pendapat Hazairin, masyarakat hukum adat adalah kumpulan masyarakat yang mempunyai tujuan dan sanggup berdiri sendiri dan mempunyai produk hukum tersendiri. 5 Sejak adanya reformasi yang terjadi pada tahun 1998, sudah banyak aturan yang muncul untuk mengakui keberadaan dan hak-hak masyarakat adat atas tanah, sumber daya alam dan hak-hak dasar lainnya. Salah satunya perlindungan hak masyarakat hukum adat dalam Pasal 18B ayat (2) UUD NRI 1945.6 Hal ini sangat dipengaruhi oleh masyarakat hukum adat dan para pendukungnya yang sejak kemunculannya memang hendak mengatur ulang hubungan antara masyarakat adat dengan negara. Salah satu manfaat pengakuan masyarakat hukum adat bagi negara adalah pemanfaatan sumber daya dan pengelolaan hutan. Pengakuan dan perlindungan pemerintah terhadap masyarakat hukum adat masih sangat jauh, apalagi dalam keberpihakan hukum terhadap masyarakat hukum adat, salah satu contoh kasus yang pernah dialami oleh masyarakat papua ketika ingin menghadiri sebuah persidangan, akan tetapi ketika mereka datang dengan menggunakan pakaian adat asli, justru mendapatkan perkataan yang kurang enak dan disuruh untuk mengganti pakaianya oleh seorang Hakim. Masih banyak contoh kasus diskriminasi terhadap masyarakat hukum adat yang kita temui di persidangan maupun di forum lain. Indonesia masih menganggap masyarakat hukum adat sebagai suku/manusia yang terasing, seharusnya perlindungan terhadap masyarakat hukum adat tanpa melihat adanya penghormatan hak-hak mereka sebagai warga negara Indonesia yang seharusnya mendapat porsi yang sama di mata hukum dan instrumen hukum lainya.
Mahkamah Konstitusi telah menegaskan bahwa hutan adat bukanlah hutan adat melainkan hutan yang telah dimiliki oleh masyarakat hukum adat secara turuntemurun sepanjang dapat dibuktikan keberadaanya membawa harapan besar bagi masyarakat hukum adat untuk mendapatkan jaminan perlindungan hukum atas hutan adat yang selama ini telah ditetapkan sebagai hutan negara. Dalam putusan tersebut, dapat dibuktikan bahwa masyarakat hukum adat mempunyai kedudukan yang berhak dalam mengelola dan memanfaatkan hutan adat. Perizinan terhadap hutan adat diserahkan kepada masyarakat hukum adat itu sendiri. Oleh karena itu, masyarakat hukum adat menurut kenyataannya masih ada dan diakui kebenarannya, dapat melakukan kegiatan pengelolaan hutan dan pemungutan hasil hutan, hal ini sesuai dengan Pasal 67 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan.
Perlindungan Hukum Terhadap Masyarakat Hukum Adat sesuai dengan Hak Konstitusi
Tanah mempunyai kedudukan yang sangat penting bagi masyarakat hukum adat. Tanah juga merupakan tempat tinggal keluarga dan masyarakat adat. Sesuai dengan kepercayaan itulah tanah sangat dihormati dan merupakan benda yang mengandung unsur ekonomis dan magis menurut masyarakat adat. Masyarakat hukum adat dengan tanah yang didudukinya memiliki hubungan yang sangat erat. Hubungan yang bersifat religious dan magis ini menyebabkan masyarakat hukum memperoleh hak untuk menguasai tanah tersebut. Pengakuan dan penghormatan terhadap masyarakat hukum adat juga mengandung makna bahwa Negara juga harus mengakui dan menghormati keberadaan masyarakat hukum adat. Masyrakat hukum adat yang ada, hidup, tumbuh, dan berkembang di Indonesia bersifat luwes dan sesuai dengan nilai-nilai Pancasila. Pembukaan UUD 1945 memuat sistem hukum nasional yang terdiri atas unsur hukum tertulis, hukum tidak tertulis (hukum adat. Hukum adat sebagai wujud kebudayaan rakyat indonesia yang memuat dan mencerminkan sebuah bangsa dengan segala berbagai unsur yang terkandung di dalamnya.
Melalui putusanya, Mahkamkah Konstitusi menegaskan bahwa masyarakat hukum adat bukanlah sebuah hutan negara, melainkan hutan adat yang dimiliki oleh masyarakat hukum adat. Dari beberapa data yang ada di lapangan, masih banyak sekali kasus terkait pengakuan hukum masyarakat adat melalui peraturan daerah tidaklah mudah mendapatkan payung hukum sepenuhnya. Beberapa faktor yang mempengaruhi adalah minimnya pemerintah daerah untuk bermain di ranah politik, kurangnya informasi, dan kurang adanya koordinasi pemerintah daerah dengan masyarakat adat dalam membuat suatu perizinan atau kebijakan hutan adat. Dalam beberapa kasus banyak perda yang kontra produktif, bahkan dari masyarakat adat tidak sedikit yang mengalami penolakan penggunaan tanah-tanahnya yang diberikan kepada para investor pertambangan dari Menteri Kehutanan. Mengutip dari mantan ketua Mahkamah Konstitusi Jimly Asshidiqie, beliau menegaskan bahwa letak masyarakat hukum adat sangat strategis, oleh karena itu untuk meningkat pemberdayaan masyarakat adat sekitar dilakukanya sebuah pengalokasian investasi secara skala nasional. Adanya pemberian kewenangan terhadap pemerintah daerah dirasa kurang tepat, jika nasib sebuah masyarakat adat digantungkan pada regulasi seetingkat kabupaten dan kota tanpa adanya rambu-rambu yang jelas, tentu resiko sangat besar. Tanpa adanya pedoman substantif yang menyeluruh dapat terjadinya diskriminasi terhadap masyarakat adat hanya adanya pebedaan penafsiran yang dilakukan pemerintah daerah. Pemerintah dalam menjamin kepastian kepastian hukum atas penguasaan hutan adat oleh masyarakat hukum adat adalah dengan menghasilkan produk hukum daerah sebagai wujud perlindungan dan pengakuan masyarakat hukum adat.
Penutup
Hasil pemaparan diatas, dapat disimpulkan bahwa masyarakat adat mempunyai hak untuk mengelola dan memanfaatkan hutan adat. Sebagaimana statusnya yang diperkuat adanya pasal 18 ayat (2) dan pasal 28 ayat (3) UUD Negara Republik Indonesia 1945. Tantangan yang dihadapi dalam perlindungan masyarakat hukum adat selain terkait tentang ketidakjelasan konsep dan definisi masyarakat hukum adat, begitu pula dengan mekanisme dan prosedur pengakuan masyarakat hukum adat yang pasti. Sebagaimana pemberian prosedur kepada pemerintah daerah dirasa kurang tepat, dibuktikanya adanya pengakuan dari masyarakat adat yang kurang puas dengan produk Undang-undang nomer 32 Tahun 2004 tentang pemberian mandat kepada Bupati dan Walikota. Pemerintah dalam menjamin kepastian penguasaan hutan adat oleh hukum masyarakat hukum adat dengan menghasilkan produk hukum daerah untuk menjamin dan wujud perlidungan keberadaan masyarakat hukum adat.
Sumber
Bushar, M. 1981. Pokok- Pokok Hukum Adat. Jakarta: PT. Pradnya Paramita. Marzuki, P, M. 2014. Penelitian Hukum. Jakarta: Prenadamedia Group
Muhammad, A. 2004. Hukum dan Penelitian Hukum. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti.
Simarmata, R. 2006. Pengakuan Hukum Terhadap Masyarakat Adat di Indonesia. Jakarta: UNDP Regional Centre in Bangkok.
Safitri, Myrna A. dan Luluk, U. 2014. Adat di tangan Pemerintah Daerah Panduan Penyusunan Produk Hukum Daerah Untuk Pengakuan dan Perlindungan Hak Asasi Manusia. Jakarta: Epistema Institute.
Tim Inkuiri Komisi Nasional Komnas HAM. 2016. Hak Masyarakat Hukum Adat atas wilayahnya di kawasan Hutan. Jakarta: Komisi Nasional Hak Asasi Manusia
Baduy, Poeple O F, ‘Kebijakan Pemerintah Daerah Dalam Perlindungan Masyarakat Adat Di Provinsi Banten: Studi Kasus Masyarakat Adat Baduy Dan Citorek’, 1 (2017), 27–44
Hukum, Aspek, Perlindungan Masyarakat, and Adat Atas, ‘No Title’, 1.1 (2017), 33–39
Baduy, Poeple O F, ‘Kebijakan Pemerintah Daerah Dalam Perlindungan Masyarakat Adat Di Provinsi Banten: Studi Kasus Masyarakat Adat Baduy Dan Citorek’, 1 (2017), 27–44
Hukum, Aspek, Perlindungan Masyarakat, and Adat Atas, ‘Kedudukan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat dalam Mendiami Hutan Adat’, 1.1 (2017), 33–3
Posting Komentar untuk "Perlindungan Masyarakat Hukum Adat oleh Pemerintah Indonesia "